Header Ads

Ketika Bek Jadi Rock Star: Kelly vs Bensebaini di Opera Delapan Gol Turin

Siapa yang nyangka laga Juventus lawan Borussia Dortmund bakal berubah jadi panggung duel bek? Bukan Vlahović, bukan Adeyemi, bukan pula Yildiz yang jadi headline penuh. Malam gila di Turin ini justru dikunci sama dua nama yang biasanya cuma disebut komentator sekilas buat nutupin ruang atau salah marking: Lloyd Kelly dan Ramy Bensebaini.

Foto: UEFA via Getty Images/Tullio Puglia - UEFA

Awalnya, semua berjalan normal. Dortmund ngebuka skor lewat Karim Adeyemi, ya wajar lah kan ya, dia emang spesialis tusuk garis belakang. Felix Nmecha ikut nimbrung, bikin Juve panik. 

Tapi di situlah plot twist dimulai. Bensebaini, yang sering jadi target meme fans karena performa naik-turun, malah muncul sebagai eksekutor penalti. Dengan dingin, dia nambah gol Dortmund, dan entah gimana langsung nyedot spotlight. Lo bayangin aja: di laga yang penuh striker beringas, malah bek kiri yang maju ngambil penalti. Absurd? Banget. Tapi golnya masuk.

Dan ketika semua orang mikir Dortmund pulang dengan poin penuh, muncul Kelly di menit akhir. Bukan cuma nutup kesalahan handball-nya sendiri yang bikin penalti tadi, tapi langsung jadi penyelamat tim dengan gol penyama 4-4. Heboh deh!

Kalau kita lihat statistik, Dortmund lebih banyak nembak, Juve lebih tenang di penguasaan bola. Tapi siapa peduli? Semua data itu larut dalam satu kenyataan, dua bek, dua kisah gila, satu malam yang bikin delapan gol seakan cuma catatan kaki. Iya kan?

Di era sepak bola yang obsesif sama striker mahal dan angka xG, Turin kasih kita pengingat, kadang sepak bola itu lebih liar dari spreadsheet. Kadang, justru bek-bek yang sering kita lupakan, datang jadi rock star dadakan.

Liga Champions musim ini emang lagi gila-gilanya. Format baru bikin fase grup terasa gak mudah ditebak, tiap laga punya potensi jadi mini-drama sendiri. Juventus–Dortmund udah nunjukin templatenya, bukan sekadar duel dua nama besar, tapi pesta gol yang bikin fans netral betah duduk sampai peluit terakhir. Dengan delapan gol dalam satu pertandingan, match ini otomatis nyelip di radar sebagai salah satu partai paling produktif di matchday pertama. Wow!

Kalau dilihat angka-angka, Dortmund sebenernya lebih tajam di sektor serangan. Mereka ngelepas 25 tembakan, hampir dua kali lipat dari Juve yang “cuma” 13 kali. Tapi efektifitasnya nggak selalu linear sama hasil. Juventus lebih tenang dalam penguasaan bola, sekitar 53% vs 47%, dan passing accuracy mereka juga lebih rapi. Jadi meskipun Dortmund kayak ngegas terus, Juve punya cara untuk tetep nyambung sampai detik-detik terakhir.

Yang menarik, pertandingan ini juga nyentil fakta lain, Liga Champions nggak bisa ditebak lewat statistik semata. Expected Goals, possession, shot chart, semua bagus buat bahan obrolan, tapi malam Turin nunjukin kalau sepak bola Eropa masih penuh ruang buat keajaiban. Dan justru keajaiban itu yang bikin kita selalu nungguin kick-off dini hari sambil rela kurang tidur.

Tidak ada komentar

close
pop up banner